INGKANG SINUWUN ALLAH SWT

Tuhan, Engkau tergeletak di lorong selokan Mataram
Aku, mereka, kami menyebut nama-Mu
Tapi kami lupa dengan-Mu

Tuhan, Engkau terselip di lipatan buku usang
Aku, mereka, kami sibuk beragama
Tapi lupa menyembah-Mu

Tuhan, Engkau adalah Kepala Dinas Pengabulan Keinginan
Aku, mereka, kami menyuruh-Mu mengabulkan keinginan
Bukan berdoa kepada-Mu

Tuhan, Engkau menciptakan kami
Dari tanah lempung Gunungkidul
Yang diambil Baginda Izrail
Setelah berkelahi dengan Baginda Iblis
Yang waktu itu bikin Kerajaan di Magelang

Tuhan, Engkau memecat Iblis
Dari jabatan Sekjen Alam Semesta
Padahal dia hanya protes kepada-Mu
Mengenai penciptaan manusia hibrida baru.

Tuhan, kami si manusia hibrida baru itu
Tidak hanya protes kepada-Mu
Kami bahkan meremehkan-Mu
Membuang-buang-Mu ke tempat sampah

Baginda Iblis walau dia kini berada di dalam kegelapan
Namun dia sangat patuh dan taat kepada-Mu
Baginda Iblis sangat hormat kepada-Mu
Dia tidak pernah menentang perintah-Mu
Kecuali perintah sujud kepada manusia.

Baginda Iblis sangat frustasi melihat manusia
Dia minta pensiun dini.


—Menjelang ra madang sesasi 1441 Hijriah

The Next Bus

Cerita ini bukan karangan saya. Saya menemukannya secara acak di web. Penulis tidak diketahui, tapi saya kira ini merupakan tulisan yang menggugah dan menarik. Setelah saya cari lagi, tulisannya sudah hilang. Tidak ditemukan lagi. Saya pikir mungkin banyak orang mencarinya. Jadi saya copy paste di blog ini saja.

***

THE NEXT BUS

You know, love is just like someone waiting for a bus. When the bus comes, you look at it and you say to yourself, “Oh, so full, I cannot sit down, I’ll wait for the next one.”

So you let that bus go and wait for the second bus. Then the second bus comes, you look at it and you say, “Eee, this bus is so old, so shabby!” You let that bus go and again, decide to wait for the next bus.

After a while another bus comes, it’s not crowded, not old but you say, “Eeee, not air-conditioned, better wait for the next one.”

So again you let the bus go and decide to wait for the next bus. Then the sky starts to get dark as it is getting late. You’re panic and jump immediately inside the next bus. It is not until much later that you found out that you had boarded the wrong bus!

So you wasted your time and money waiting for what you wanted Even if an air-conditioned bus comes, you can’t ensure that the air conditioned bus won’t break down or whether or not the air conditioner will be too cold for you.

Wanting to get what you want is not wrong. But it wouldn’t hurt to give other people a chance, right? If you find that the “bus” doesn’t suit you, just press the red button and get off the bus (as simple as that).

Hey who said life is fair? The best thing to do is be observant and open while you scrutinize the bus. If it doesn’t suit you, get off. But you must always have an extra something which you could use for the next bus that comes.

But wait! I’m sure you’ve had this experience before. You saw a bus coming (the bus you want, of course), you flagged it but the driver acted as if he did not see you and zoomed past you! It just wasn’t meant for you!

The bottom line is, being loved is like waiting for a bus you want. Getting on the bus and appreciating the bus by giving it a chance depends totally on you. If you haven’t made a choice, Walk! Walking is like being out of love. The good side of it is you can still choose any bus you want. The rest who couldn’t afford another ride would just have to be content with the bus they rode on.

One more thing, sometimes it’s better to choose a bus you are already familiar with rather than gambling with a bus that is unfamiliar to you. But then again, life wouldn’t be complete without the risks involved.

(Author Unknown)

Tuhan Maha Jomblo

Sebenarnya ketika aku mencintai seseorang, aku akan sangat mencintainya dengan sungguh-sungguh. Kesungguhan adalah kunci. Dilanjutkan dengan kesetiaan dan kebersamaan. Tapi sepertinya hingga sekarang belum ada seseorang yang merelakan dirinya untuk aku cintai.

Mencintai seseorang mungkin hanya sebuah batu loncatan untuk mencapai cinta sejati. Harus diloncati sebelum mencapai yang sejati. Ada yang bilang nomor satu harus cinta Tuhan, kemudian mencintai utusan-Nya, kekasih-Nya, orangtua, baru seseorang yang hendak kita nikahi. Aku tidak setuju dengan pendapat itu.

Cinta adalah sebuah lingkaran bulat yang terikat satu sama lain. Tidak bisa dipisahkan. Di dalam 100 persen cintaku kepada Tuhan, juga ada 100 persen cintaku pada yang lain. Tapi terlalu GR dan kepedean kalau aku mengaku-ngaku cinta Tuhan 100 persen. Mungkin sebenarnya aku tidak mencintai-Nya sama sekali.

Tapi setidaknya aku tidak membenci-Mu wahai Tuhan Maha Pengasuhku.

Pada suatu keadaan tanpa ruang dan waktu, Tuhan sendirian. Tidak ada apapun selain diri-Nya sendiri. Dia Maha Jomblo. Kemudian terbesit bahwa Tuhan menginginkan romantisme, Dia menginginkan cinta, agar terjadi aliran dinamisme. Maka Dia membuat jarak dari diri-Nya sendiri. Dari jarak itu terciptalah sebuah Cahaya terpuji yang sangat terang benderang, sebuah Cahaya yang sangat Dia cintai. Cahaya itu memendar terpecah, kemudian terciptalah seluruh alam semesta dan penghuninya.

Cahaya di atas Cahaya, Dia Maha Cahaya, dari Sang Maha Cahaya, ada Cahaya cinta yang memancar ke seluruh penjuru. Cahaya Cinta yang abadi, Cahaya terkasih-Nya.

“Sepenuhnya Kau mencintaiku, Cinta yang tak akan pernah sirna”

Sedangkan pecahan-pecahahan dari Cahaya Terpuji, menjadi serpihan yang berserakan.

“Aku berserakan di antara yang berserak
Aku mencari yang hilang dariku
Aku hilang di tengah lautan ketidaktahuan
Aku tersesat di belantara kebodohan”

Jangan dibayangkan Cahaya adalah sinar lampu. Cahaya bukan bukan sinar matahari, bukan pancaran Bintang, dll. Cahaya adalah sumber segala sesuatu. Kerak Cahaya adalah materi dan semua hal yang terlihat mata. Kita manusia adalah kerak Cahaya. Sedangkan diri kita sejati adalah Cahaya yang kita sebut dengan Ruh yang suci yang tidak terkontaminasi dengan apa pun.

“Hatiku pilu terbuang di kehampaan,
Mencari cinta yang tak akan pernah kurasakan”

Kata-Kata Mejis

Didedikasikan untuk Budayawan eksis Swargi Prie GS, yang meninggalkan Planet Bumi menuju keabadian pada tanggal 12 Februari 2021

Kanjeng Nabi Muhammad shollallahu ‘alahi wa sallam, salah satu mukjizat nya adalah beliau memiliki kata-kata yang mejis (magic). Orang-orang yang memusuhi beliau selalu memberi peringatan kepada mereka yang belum pernah ketemu Kanjeng Nabi, jangan pernah mendekati Muhammad, dia bisa “menyihir” orang dengan kata-katanya. Artinya mendengarkan beliau berbicara saja bukan ceramah, hati pendengar bisa menjadi luluh. Entah apa penyebabnya.

Tidak banyak orang yang memiliki kata-kata mejis. Bahkan Ustadz-ustadz kondang saja belum tentu punya. Banyak ustadz ceramah, ada yang sampai berapi-api menyajikan dalil tapi kata-katanya kosong. Kalimat yang sama tapi diucapkan oleh orang yang berbeda, kesan yang ditinggalkan pun akan berbeda.

Salah satu tokoh yang memiliki kata-kata mejis adalah Prie Ge ES. Mas Prie ini bukan tokoh agama. Beliau orang biasa, paling banter cuma Budayawan. Tapi kalau berbicara kok kesannya beda ya. Seolah dari mulutnya muncul aliran air. Mengumpat saja kok sesuatu banget. Kalau saya mendengarkannya, “Opoo to iki? Kok iso kata-kata ne ajaib?! Padahal ger misuh.”

Beberapa tingkat jauh di atas Prie GS adalah Emha Ainun Nadjib. Mungkin ini subjektif, tapi dulu ketika pertama mendengar Emha berbicara, hati saya berdebar, kata-kata macam apa ini kok membuat hati terguncang. Dan guncangan itu sampai sekarang tidak pernah hilang.

Pada suatu forum, Emha cuma mengatakan dua kata, “Aku tha?” Tapi orang-orang seisi ruangan langsung bergembira seketika. Seolah kegersangan berubah menjadi kesejukan. Seolah muncul mutiara-mutiara hikmah secara diam-diam.

Saya kira ini bukan soal kemampuan berbicara di depan publik. Tapi lebih dalam dari itu, kata-kata mejis adalah Sir (rahasia) dari Tuhan yang dititipkan melalui beberapa orang pilihan-Nya. Jokowi dan Prabowo saja tidak punya kemampuan kata-kata mejis ini. Tapi orang-orang bertengkar menyembah dua tokoh ini.

Kesimpulannya, kalau kata-kata ajaib Kanjeng Nabi disebut mukjizat. Dan kalau dari Ulama, Kiai dan sejenisnya adalah karomah. Tapi kalau dari Pak Prie GS cukup disebut cangkem mejis. Cangkeme Pak Prie itu mejis banget.

Transmisi Otomatis Kendaraan

Saya kira belum pernah ada orang yang bikin tulisan mengenai apa hubungan transmisi kendaraan dengan ketaqwaan. Bagaimana transmisi kendaraan bisa mempengaruhi tingkat ketaqwaan manusia. 

Ketaqwaan hanya diartikan secara sempit. Arti taqwa secara mendetail belum pernah dibahas oleh Ulama mana pun. Umumnya para elit agama hanya menerjemahkan taqwa menjadi melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Saya yakin itu benar tapi itu bukan itu arti taqwa. 

Saya mendapat bahan dari seorang pakar bahasa Arab bahwa arti taqwa bukanlah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Melaksanakan perintah ini adalah output taqwa bukan artinya.

Pakar bahasa Arab ini mengatakan arti taqwa dalam bahasa Indonesia adalah “Waspada”. Dia mengatakan kata “Waspada” sebenarnya tidak mewakili arti sebenarnya dari Taqwa. Tapi kata “waspada” sudah cukup mendekati arti taqwa ini.

Lho, lho ini bukan tulisan ceramah agama. Tapi hubungan antara taqwa dan transmisi manual kendaraan.

Secara singkat, saya mengamati transmisi otomatis itu sangat melemahkan tingkat ketaqwaan manusia. Karena dengan transmisi otomatis, pengendara merasa mudah menge-gas kendaraan tanpa ada batas gigi. Orang menjadi tidak mengerti tentang range kecepatan. Pokoknya asal genjot saja lur. Gas poll lur. Inti dari taqwa adalah pengetahuan tentang batas. Pengetahuan mengenai batas tidak mungkin diketahui dan dicapai kecuali oleh orang yang bertaqwa.

Berbeda dengan transmisi manual. Banyak driver yang lebih suka manual. Pertama lebih aman kata mereka. Kemudian pengendara bisa mengukur range kekuatan mesin dan range kecepatan. Seolah ada hubungan batin antara mesin dan pengendara. Pengendara kendaraan transmisi manual mau tidak mau akan belajar mendengarkan suara mesin untuk memindahkan gigi secara benar dan tepat. Hal seperti ini tidak mungkin dilakukan di kendaraan matic.

Memang kendaraan matic memberi kemudahan khususnya di daerah perkotaan yang macet seperti Jogja yang istimewa apanya ini. Sementara manual melelahkan badan. Di sisi lain saya merasakan sendiri bagaimana pengendara manual lebih peka di traffic light dibandingkan pengendara matic. Padahal matic tinggal gas saja, tapi yang manual lebih sigap dan cekatan ketika lampu bangjo menjadi hijau.

Ini hanya pengantar saja, tidak perlu panjang-panjang. Semua orang bisa memiliki kendaraan dan nyetir tapi tidak semua pengendara punya hubungan batin dengan mesin kendaraan.

Taqwa bukan hanya milik umat Muslim. Taqwa juga milik semua pengendara motor dan mobil entah dia mau Kristen, Buddha, Agnostik, Atheis, Gatholoco atau Darmo Gandul.

Kita menyembah Tuhan yang sama walau aku suka Pajero Sport GLS Manual Transmission 2015 sementara kau suka Fortuner automatic.

Yogya, 25 September 2018